INDONESIA
NEGARA YANG MULTIKULTURAL DIIMBANGI KONFLIK DAN PERMASALAHAN YANG BERAGAM
Oleh : Rohmat Muflikhul Huda
Jurusan Kurikulum dan Tekhnologi
Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Semarang
Abstrak
Indonesia adalah sebuah negara dengan
status negara berkembang, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki jumlah
penduduk terbesar ke 4 setelah Cina, Amerika, dan India. Tidak hanya itu, Indonesia
juga memiliki jumlah pulau yang sangat banyak, lebih dari 15.000 pulau kecil
dan 5 pulau besar yang terhampar dari sabang sampai merauke. Dengan jumlah
penduduk yang besar dan juga jumlah pulau yang sangat banyak, memungkinkan
terjadinya perbedaan diberbagai bidang, mulai dari agama, suku, ras, dan bahasa.Hal
tersebut dianggap wajar, karena setiap golongan memiliki pendapat dan juga
pandangan yang berbeda-beda. Dampak dari perbedaan tersebut beragam, mulai dari
yang positif hingga dampak negatif yang berakibat pada tejadinya konflik.
Konflik yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan perpecahan dan juga disintegrasi bangsa yang berbuntut pada
dendam turun-temurun tanpa pernah ada solusinya. Selain konflik, permasalahan-permasalahan
yang terjadi diIndonesia juga semakin beragam dan semakin berkembang disetiap
tahunnya, hingga menjadi pusat perhatian dari semua kalangan.
Kata
Kunci :Multikultural,
Konflik, Permasalahan-permasalahan di Indonesia
PENDAHULUAN
Masyarakat
multikultural terjadi ketika kondisi masyarakat ditemukan tidak hanya satu ragam
kultur saja tetapi ada banyak ragam kultur atau budaya yang berkembang
didalamnya. Dalam studi sosiologi dan antropologi menyatakan bahwa masyarakat
multikultural adalah masyarakat yang tersusun dari berbagai macam etnik, dan
setiap etnik tersebut memiliki respect satu sama lain sehingga tercipta
kontribusi terhadap negara (lihat Alo, 2005: 68). Bangsa Indonesia merupakan
salah satu bangsa yang termasuk dalam kategori multikultural, hal tersebut
dikarenakan terdapat begitu banyak kebudayaan dan corak kehidupan serta latar
belakang yang berbeda-beda disetiap daerah. Karena hal itulah, masyarakat Indonesia
juga disebut masyarakat majemuk, yang memiliki sekitar 300 suku bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia, dengan jumlah penduduk disetiap suku beragam, ada
yang banyak dan ada pula yang sedikit. Adapun suku bangsa yang jumlah penduduknya
banyak antara lain suku Jawa, Sunda, Dayak, Batak, Minang, Melayu, Aceh, Bali,
Manado, dan Makasar.Sementara suku bangsa dengan jumlah penduduk sedikit antara
lain suku Nias, Kubu, Mentawai, dan Asmat. Dengan berbagai macam suku bangsa
tersebut, pasti akan menimbulkan yang namanya perbedaan. Perbedaan terjadi
karena adanya hal yang berusaha dilindungi oleh setiap golongan tertentu,
misalnyagolongan A yakin bahwa setiap manusia akan mati dan kemudian tidak akan
lahir kembali. Namun, golongan B berbeda pendapat, menurut golongan B setiap
manusia yang mati pasti akan hidup kembali melalui renkarnasi dari Tuhan. Perbedaan
tersebut, membuat kedua belah pihak berusaha untuk melindungi pendapat
sekaligus keyakinan mereka masing-masing (lihat Maryati, Kun. & Juju, 2001: 171). Dengan melindungi pendapat
masing-masing tanpa pernah ada toleran, merupakan salah satu hal yang
melatarbelakangi terjadinya konflik antar golongan yang berimbas pada
terjadinya konflik antar individu.
Konflik Sosial Masyarakat Indonesia
Konflik
sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu configere,
yang berarti saling memukul, sedangkan definisi konflik secara sosiologis
adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau bahkan kelompok)
yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya
tidak berdaya (lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
, 2013). Proses yang paling nyata dari terjadinya suatu konflik itu dimulai
dari usaha untuk memperkuatdan mempertebal perbedaan diantara individu maupun
kelompok yang menyangkut ciri-ciri fisik, emosi, unsur-unsur kebudayaan,
pola-pola perilaku, gagasan, pendapat, serta kepentingan yang beragam yang
tidak bisa disatukan karena mementingkan keegoisan masing-masing, sehingga hal
tersebut menimbulkan pertikaian diantara individu maupun kelompok. Tujuannya
yaitu, untuk mengalahkan pihak lawan dengan cara konflik batin yaitu dengan
ancaman, maupun konflik fisik dengan cara kekerasan.
Secara umum konflik sosial masyarakat Indonesia
dibagi menjadi 2 jenis, yang pertama “Konflik Vertikal”, konflik ini terjadi
antara kalangan atas dan kalangan bawah, contohnya, konflik bos dengan pegawai,
konflik negara dengan warga negara,
sedangkan jenis konflik yang kedua “Konflik Horisontal”, konflik ini melibatkan
sesama lapisan masyarakat, atau bisa dibilang konflik antar lapisan masyarakat,
antar agama, dan antar suku (lihat Bagja, 2007: 33). Di Indonesia sendiri
konflik bukanlah hal yang langka terjadi, melainkan hal yang sangat mudah
dijumpai setiap hari. Mulai dari kalangan atas, menengah, hingga kalangan bawah
sekalipun hampir setiap hari berkutat dengan yang namanya konflik. Hal tersebut
dibuktikan dengan pemberitaan dimedia massa yang setiap harinya memberitakan
tentang konflik yang menyangkut, perseteruan, bentrokan antar suku, bentrokan
antar warga, tawuran remaja, dan masih banyak lagi.
Konflik yang parah dan mungkin bisa melunturkan
bahkan menghancurkan persaudaraan diantara masyarakat Indonesia salah satunya
adalah, bentrokan antar suku. Bentrokan ini biasanya dipicu oleh, perbedaan kepribadian yang dianut oleh kedua
suku,atau secara rinci disebabkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan,
agama, dan bahasa. Bentrokan antar suku menjadi momok yang mengancam bagi
persatuan dan kesatuan NKRI. Karena apabila bentrokan antar suku pecah, hal
yang sangat mungkin terjadi adalah kekalahan dan kemenangan untuk kedua suku. Kemenangan
ini biasanya ditandai dengan masih utuhnya anggota suku, dan mundurnya suku
lain yang menjadi musuhya. Namun disisi lain, kekalahan yang diterima oleh
sebuah suku yang bertikai biasanya ditandai dengan jatuhnya korban, baik itu
korban luka-luka atau bahkan korban yang meninggal akibat terbunuh dalam
bentrokan. Akhir-akhir ini bentrokan antar suku atau bahkan bentrokan antar
warga sering terjadi di Indonesia. Hal tersebut memunculkan pertanyaan, masih
amankah negeri kita tercinta???
Kementrian
Sosial (Salim Segaf Aljufri) mengakui rasa aman menjadi sesuatu yang mahal di
negeri ini, jika dulu konflik terjadi akibat ketimpangan sosial yang berujung
isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), kini lebih dinamis dan kompleks,
salah satunya faktor politik ( lihat di http://news.okezone.com, 2013). Faktor
politik ditengarahi menjadi salah satu penyebab konflik, ini karena dalam
politik ada beberapa hal yang menyangkut permaslahan penduduk, diantaranya pemekaran
wilayah, kesetaraan, pemilihan kepala daerah, serta ketidakadilan hukum dll. Dalam
kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki ideologi pancasila dan dasar negara
yang berlandaskan UUD 1945, seharusnya sistem hukum di Indonesia bisa berjalan
dengan lancar dan juga bisa memberikan kemudahan pada setiap lapisan masyarakat
yang merasa butuh atau perlu perlindungan hukum, supaya tercipta keadilan dan
kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Namun, kenyataan dilapangan berbeda,
banyak masyarakat yang merasa dirugikan dengan hukum yang berjalan di Indonesia. Banyak dalam
setiap kasus persidangan berpegang pada asas ”Punya uang bakal menang”,
hal seperti ini yang sangat merugikan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat
kalangan bawah yang ingin mencari keadilan. Berlatar dari hal itu, banyak
masyarakat Indonesia yang dari kalangan bawah ketika memiliki masalah dengan
orang yang kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dirinya atau bisa dibilang
mempunyai uang yang lebih banyak, mereka lebih cinderung diam dan juga tidak
melawan apalagi sampai mengurus permasalahannya ditingkat persidangan, hal itu
sangat jarang dilakukan pada masyarakat kalangan bawah. Keadilan dalam bidang
hukum juga dapat menjadi bibit-bibit masalah yang dapat menimbulkan konflik
yang berujung pada bentrokan atau pertikaian, konflik-konflik tersebut semakin
menambah permasalahan yang ada diIndonesia.
Permasalahan
yang sedang Menyelimuti Indonesia
Bisa dikatakan,
permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia saat ini sangat kompleks.
Permasalahan ini menyebar diberbagai bidang, mulai dari bidang ekonomi, bidang
sosial, bidang budaya, sampai pada
bidang agama. Dalam setiap bidang tersebut memiliki ranting atau cabang
permasalahan yang berbeda-beda. Contohnya saja dalam bidang ekonomi, dewasa ini
Indonesia masih berkutat dengan permasalahan yang tidak henti-henti dan tidak
ada habisnya, seperti kemiskinan, korupsi, keterbelakangan, pengangguran,
pemerataan pendapatan, standar hidup yang rendah dll (lihat di http://bhakti-bhakti-indonesia.blogspot.com, 2013).
Pada akhir tahun 2000 jumlah penduduk miskin turun sedikit menjadi sebesar 37,3
juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Namun
ditahun 2013 ini, jumlah penduduk Indonesia yang tergolong miskin semakin
bertambah, ini dibuktikan dengan data bahwa tingkat kemiskinan pada tahun ini
diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan target pemerintah yakni sebesar 10,5
persen. Salah satu penyebabnya adalah shock akibat kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi di pekan ketiga Juni 2013( lihat di http://www.republika.co.id/,2013).
Tidak kalah heboh dengan kasus
kemiskinan, kasus korupsi di Indonesia juga menjadi permasalahan yang mendapat
perhatian serius dari semua elemen masyarakat. Yang membuat kasus ini menjadi
semakin parah adalah, pelaku yang terjerat dalam kasus ini sebagian besar
adalah para pejabat dan para penguasa dinegeri ini. Alangkah mirisnya disaat
pemerintah sedang gencar-gencarnya membina dan menumbuhkan bibit-bibit yang
jujur dan peduli terhadap negara, para pejabat dan petinggi negara yang
dikatakan sebagai orang-orang yang berpendidikan tinggi malah melakukan perbuatan
yang dapat mencoreng citra pemerintah dan juga dunia pendidikan, yaitu dengan
melakukan tindak korupsi. Sebetulnya, dalam arti yang luas, korupsi dalam arti
politis bisa diartikan sebagai penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan
pribadi sedangkan dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis
besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:(a) perbuatan yang dengan sengaja melawan hukum, (b) penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana, (c) memperkaya diri sendiri, orang lain,
dan (d) merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu, tindak
korupsi itu biyasanya berupa : memberi atau menerima hadiah atau janji
(penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta
dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima
gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara) (lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi, 2013).
Masih segar diingatan kita dan masih hangat-hangatnya
diperbincangkan, yaitu bagaimana seorang ketua MK(Mahkamah Konstitusi), lembaga
yang dianggap paling jujur dan bersih bisa melakukan tindakan yang seharusnya
tidak patut untuk dilakukan. Penangkapan ketua MK memang begitu mengguncang
tanah air. Bahkan hal ini membuat ratusan juta penduduk di negeri ini memfokuskan
perhatiannya dan seolah tidak percaya kalau ternyata lembaga yang selama ini
mereka agung-agungkan menyimpan seorang koruptor. Dengan ditangkapnya Akhil
Mochtar, cepat atau lambat pastinya akan berimbas pada eksistensi lembaga
negara, khsusunya Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Hal tersebut dapat membuat
kepercayaan masyarakat akan semakin berkurang atau bahkan masyarakat akan cenderung
bersifat acuh tak acuh terhadap setiap tindakan MK.
Selain Akhil Mochtar, inilah daftar 10
koruptor di Indonesia yang mengkorupsi uang negara dengan nominal yang
fantastis, berikut nama-namanya beserta jumlah uang hasil korupsinya: Haji Muhammad Soeharto ($AS 15 Milyar - $AS 35
Milyar), Sjamsul Nursalim (6,9 Triliun dan 96,7 juta dolar Amerika), Hartawa
Aluwi (3,11 Triliun), Hendro Wiyanto (3,11 Triliun), Dewi Tantular dan Anto
Tantular (3,11 Triliun), Hesyam Al Waraq dan Rasat Ali Rizfi (3,11 Triliun),
Bambang Sutrisno (1,5 Triliun), Andrian Kiki Ariawan (1,5 Triliun), Hari
Matalata (1,6 Triliun), Edy Tanzil (1,3 Triliun) (lihat di http://www.bimbingan.org/ 2013). Dengan
data-data para koruptor tersebut, seakan mengisyaratkan bahwa betapa kayanya
mereka dan betapa mereka menikmati uang yang dinilai haram dimata orang yang
berakal dan sadar akan korupsi. Namun dimata mereka uang tersebut sangat
berharga, karena jerih payah yang mereka lakukan untuk mendapat uang tersebut
sangat keras, dan sayang jika tidak digunakan.
Berbeda dari bidang ekonomi, di bidang
sosial sendiri Indonesia memiliki permasalahan yang tidak bisa dibilang ringan.
Sebagian besar masalah yang terjadi dibidang ini, berakar pada karakter (moral)
atau sifat dari setiap individu. Hal tersebut dikarenakan pada saat ini bangsa
indonesia telah mengalami degradasi moral atau bisa disebut kemrosotan moral.
Contoh dari permasalahan di bidang ini lebih cinderung pada
interaksi-interaksinya seperti, pergaulan bebas, kenakalan remaja, pelecehan
seksual, anarkisme, demonstrasi yang berujung pada bentrokan dll. Dewasa ini
pergaulan bebas semakin merajalela, tidak pandang usia, pangkat, derajat,
kedudukan atau apapun, semua terjerat dalam lingkaran setan tersebut. Contoh
yang masih segar-segarnya dibicarakan, yaitu tentang SMPN 4 Jakarta, ada apa
dengan SMPN 4 Jakarta?. Sekitar 5 minggu yang lalu atau tepatnya 27 September
2014, dua pelajar SMPN 4 Sawah Besar Jakarta Pusat melakukan adegan mesum
didalam kelas dan direkam melalui HP. Dua pelajar yaitu AE (14) dan FP (13) itu
melakukan hubungan badan berupa pelukan, rabahan dan juga ciuman layaknya suami
istri. Kabar yang beredar adegan tersebut dilakukan karena paksaan dari kakak
kelas mereka, namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh Polres Jakarta
Pusat hasilnya sangat mengejutkan. Ternyata adegan tersebut dilakukan
mereka bukan karena paksaan tapi adegan tersebut dilakukan karena mereka sudah
sering melakukannya. Dari keterangan yang diberikan oleh saksi, kedua pelajar
itu sudah sering melakukan hal tersebut, bahkan dalam 3 hari mereka melakukan
tindakan asusila tersebut sebanyak 5 kali, yang pertama dilakukan pada tanggal
24 September didalam kelas, yang kedua, ketiga dan keempat dilakukan pada
tanggal 25 September, dan adegan yang terakhir dilakukan pada tanggal 27
September lalu dan direkam oleh temannya (lihat di http://www.merdeka.com/, 2013).
Dari kejadian tersebut sudah terlihat bagaimana
seorang anak yang masih dibawah umur sudah berani untuk melakukan hal-hal yang
tidak patut dilakukan, kejadian itu juga cukup untuk mewakili betapa bobroknya
moral anak bangsa ditengah majunya tekhnologi saat ini. Bukan hanya pergaulan
bebas yang sekarang sedang menjadi topik hangat untuk diperbincangkan, namun
kasus pelecehan seksual juga harus menjadi pusat perhatian yang serius. Hal
tersebut dikarenakan pelaku pelecehan seksual dewasa ini tidak hanya dari
kalangan masyarakat biasa saja, tetapi sekarang juga sudah merambah kepada aparat
keamanan hukum yang menjadi pelakunya (lihat pada http://www.merdeka.com/peristiwa/4-kasus-pelecehan-seksual-di-kantor-polisi.html,2013). Fakta ini
tentu membuat setiap masyarakat menggeleng-gelengkan kepala, kanapa aparat
penegak hukum yang seharusnya melindungi agar tidak terjadi tindak pelanggaran
hukum tetapi malah melakukan tindakan hukum sendiri. Hal tersebut sangat
memalukan dan menurunkan derajat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
berbudaya.
Lunturnya Budaya Indonesia
Budaya sendiri
merupakan ciri khas suatu daerah atau suatu negara yang merujuk pada kebiasaan
yang sering dilakukan oleh masyarakat didalamnya. Budaya juga menjadi tolak
ukur atau penilaian terhadap suatu daerah, apakah daerah tersebut memiliki
budaya yang baik atau bahkan sebaliknya (lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya,
2013). Setiap daerah atau negara tentunya memiliki budaya yang berbeda-beda,
tidak terkecuali negara kita tercinta Negara Indonesia. Dahulu Indonesia
dikenal dengan budayanya yang dianggap sangat ramah, sopan, dan sangat
menjunjung rasa persatuan. Namun, dengan berkembangnya zaman dan juga
berkembangnya teknologi yang semakin canggih, budaya Indonesia sedikit demi
sedikit mulai terkikis. Arus globalisasi yang semakin kuat mempermudah masuknya
budaya asing ke Negara Indonesia. Contoh yang nyata dari masuknya budaya asing
ke Indonesia kini bisa terlihat dari cara berpakaian masyarakat Indonesia. Sekarang
masyrakat Indonesia lebih condong menggunakan pakaian yang agak terbuka
dibandingkan menggunakan pakaian yang tertutup sesuai dengan budaya Indonesia.
Tidak hanya cara berpakaian, permasalahan
di Indonesia pada bidang budaya juga masih banyak lagi, setidaknya ada 3 budaya
yang dulu dijunjung tinggi dan dilakukan oleh setiap bangsa Indonesia, namun
sekarang semakin lama semakin diabaikan. 3 budaya tersebut antara lain : (1) 5
S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun). 5 S ini sebetulnya sudah menunjukkan
bahwa Indonesia adalah negara yang berbudaya dan negara yang penuh dengan tata
krama. Seiring berjalannya waktu cerminan sebagai bangsa yang berbudaya
tersebut mulai luntur, karena masyarakat sekarang sering mengabaikan 5 S tersebut.
Budaya 5 S tidak semata-mata hilang, pada masyarakat pedesaan contohnya, budaya
ini masih bisa ditemukan, tapi sayangnya budaya ini sudah hampir hilang pada
masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan seakan-akan tidak kenal lagi dengan
yang namanya 5 S. Hal ini cukup memprihatinkan karena, jika terus-terusan dibiarkan seperti itu
nantinya akan terjadi semacam (GAP) atau bisa dibilang jarak antar masyarakat,
yang berujung pada ketidakharmonisan. (2) Musyawarah. Musyawarah merupakan
suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk
memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) secara bersama-sama guna mengambil
keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah ( lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Musyawarah,
2013).
Semakin hari budaya musyawarah semakin ditinggalkan, masyarakat lebih suka
untuk mengambil keputusan secara otoriter ( individu ) hal ini didasari pada
pemikiran mereka yang menganggap bahwa kegiatan musyawarah membuang waktu, pikiran,
dan tenaga. Karena pemikiran itulah musyawarah sekarang sudah jarang lagi dijadikan
pilihan untuk memecahkan sebuah masalah. (3) Gotong Royong. Permasalahan budaya
yang mulai diabaikan yang ketiga adalah “ gotong royong”. Gotong royong
merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersama untuk mencapai suatu hasil
yang didambakan (lihat pada http://id.wikipedia.org/wiki/Gotong_royong, 2013). Sebetulnya budaya gotong royong
akan membentuk pribadi seseorang menjadi lebih humanis. Namun sekarang, budaya
itu nampaknya sudah mulai memudar, sebagai contoh, masyarakat kini mulai enggan
dan mulai kurang peduli dengan masyarakat atau tetangga sekitar. Sekarang sikap
gotong royong lebih sering kita lihat hanya pada saat ada hajatan-hajatan
tertentu. Apalagi diperkotaan sekarang berkembang prinsip “ urus sendiri urusanmu, aku juga akan mengurus sendiri urusanku ”.
prinsip ini semakin memperjelas kurangnya kebersamaan yang diwujudkan dalam bentuk
gotong royong dewasa ini. Masalah-masalah budaya tersebut seharusnya menjadi
perhatian serius bagi setiap elemen masyarakat. Karena jika tidak, ini tentunya
akan mengancam rasa persatuan diantara bangsa Indonesia. Jelas saja, sekarang
kita bayangkan jika seandainya semua budaya yang dulu menjadi identitas dan
jati diri bangsa Indonesia menjadi hilang dan musnah, tentunya ini akan menjadi
buruk bagi anak cucu kita sebagai generasi penerus.
Permasalahan denganNegara Tetangga
Masalah
yang dialami Indonesia tidak hanya didalam negeri, namun permasalahan juga
muncul dari luar negeri. Permasalahan tersebut dialami Indonesia dengan negara
tetangga seperti Malaysia. Membicarakan permasalahan RI-Malaysia tentu tidak ada
habisnya, hal tersebut dikarenakan kedua negara sudah berseteru cukup lama
yaitu dimulai pada tahun 1962. Perseteruan berawal dari federasi Malaya yang
berkeinginan untuk menggabungkan Brunei, Sabah, dan serawak kedalam Federasi
Malaysia. Keinginan tersebut tentu saja ditentang oleh presiden Soekarno, bukan
karena masalah Kalimantan Utara yang tidak masuk wilayah Indonesia, tapi
keberadaan negara itu justru akan mengancam kedaulatan Indonesia karena hanya
merupakan negara boneka Inggris (lihat
di http://indonesiaindonesia.com, 2013). Ketidaksetujuan Soekarno ini
didukung oleh masyarakat Kalimantan Utara yang merasa tidak nyaman dan merasa
berbeda tujuan dengan Federasi Malaysia. Hal itu, praktis langsung menimbulkan
peperangan di wilayah Kalimantan Utara. Permasalahan itulah yang menjadi titik
awal perseteruan antara RI dengan Malaysia yang kemudian berlanjut hingga
sekarang ini.
Permasalahan RI dengan Malaysia dewasa
ini sudah tidak lagi berkenaan dengan kedaulatan negara, namun lebih kepada permasalahan
budaya. Contoh saja, kemarin baru saja negara Malaysia mengklaim dan mengakui
Angklung sebagai alat musik tradisional milik mereka. Tidak hanya angklung
saja, masih banyak lagi seperti, tari pendet, Reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange
dll (lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Konfrontasi_Indonesia-Malaysia, 2013). Hal yang aneh dan juga menjadi
kebiasaan masyarakat Indonesia adalah telat bertindak atau kurang memerhatikan
budayanya sendiri. Lihat saja ketika masyarakat Indonesisa sibuk mengurusi dan
mengagumi budaya bangsa lain, Malaysia justru dengan enaknya mengklaim dan
menganggap beberapa budaya Indonesia adalah budaya mereka. Walaupun beberapa
budaya yang dulu diklaim oleh Malaysia kini sudah bisa direbut dan diberikan
hak paten, namun hal ini tidak sepenuhnya melepaskan Indonesia dari masalah. Masalah
lain juga akan timbul apabila masyarakat Indonesia terus-menerus menengok dan
mengagumi budaya lain tanpa peduli dengan budayanya sendiri. Dengan
kemultikulturannya seharusnya negara Indonesia bisa menjadi kiblat budaya bagi
negara-negara lain. Bukan lagi menjadi negara yang selalu mengikuti budaya bangsa lain. Selain itu,
potensi-potensi yang dimiliki para pemuda Indonesia seharusnya bisa menolong
Indonesia keluar dari jurang permasalahan dan juga konflik yang terus merebak. Dengan
semangat kebangsaan yang ditanamkan dari dini, akan meminimalisir terjadinya
konflik dan permasalahan baik didalam negeri maupun diluar negeri. Peran
pemerintah dalam hal ini juga sangat penting, sejatinya permasalahan yang
dialami Indonesia dengan negara tetangga tidak semata-mata karena bangsa yang
selalu berkonflik, namun kurangnya pengawasan dan juga perlindungan dari
pemerintah juga menjadi faktor terjadinya permasalahan tersebut.
KESIMPULAN
Indonesia
merupakan sebuah negara dengan begitu banyak keragaman didalamnya, tidak hanya
keragaman budaya, ras, agama, tetapi juga dibarengi dengan keragaman konflik
dan juga permasalahan. Setiap konflik yang ada di Indonesia sebetulnya
memerlukan penangan yang sangat serius supaya konflik tersebut tidak terjadi
berlarut-larut. Begitu banyak konflik di Indonesia yang dilatabelakangi oleh perbedaan
pandangan/pendapat yang berujung pada pertikaian dan selanjutnya menimbulakan
korban jiwa. Seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia juga perlu atau
bahkan mencegah supaya tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. Tidak hanya
konflik yang perlu untuk dicegah, permasalahan-permasalahan
lainnya yang menyangkut Indonesia juga perlu untuk ditangani dengan intensitas
yang lebih. Apalagi dewasa ini permasalahan-permasalahan di Indonesia lebih
banyak menyangkut akhlak atau moral
bangsa Indonesia. Merosotnya moral pemuda Indonesia juga ditengarahi
menjadi probelma yang harus dibenahi mulai dari sekarang. Karena generasi yang
mempunyai moral kuat dan berbudi luhur akan menciptakan bangsa yang sejahtera
dan negara yang penuh dengan keamanan dan juga kesatuan diberbagai
lini.
REFERENSI
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik. Yogyakarta: LKiS
Yogyakarta
Maryati, Kun. & Suryawati,
Juju. 2001. Sosiologi 2. Jakarta:
Erlangga
Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat.
Bandung: PT Setia Purna Inves.
Referensi
Media Massa
Anonim. 2013. ”Permasalahan
dibidang Ekonomi” diunduh dari (http://bhakti-bhakti-indonesia.blogspot.com/2011/12/permasalahan-dalam-bidang-ekonomi.html), pada
07 November 2013.
Anonim. 2013. “Tingkat kemiskinan
2013 akan lebih tinggi dari target pemerintah” diunduh dari
(http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/08/18/mrpo4p-tingkat-kemiskinan-2013-akan-lebih-tinggi-dari-target-pemerintah),
pada 07 November 2013.
Anonim. 2013. “ Nama-nama
koruptor di Indonesia beserta jumlah uang” diunduh dari (http://www.bimbingan.org/nama-nama-koruptor-di-indonesia-beserta-jumlah-uangnya.htm), pada
07 November 2013.
Anonim. 2013. ”Konfrontasi Indonesia
Malaysia” diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Konfrontasi_Indonesia-Malaysia), pada
09 November 2013.
Anonim. 2013. ”Asal Muasal
Konflik Indonesia Malaysia” diunduh dari (http://indonesiaindonesia.com/f/58118-asal-muasal-konflik-indonesia-malaysia/), pada
09 November 2013.
Anonim. 2013. ”Musyawarah”
diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Musyawarah), pada
09 November 2013.
Anonim. 2013.”Gotong Royong”
diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Gotong_royong), pada
09 November 2013.
Gradyanto, Thessa Andana. 2013. ”Permasalahan
Budaya Indonesia” diunduh dari (http://thessaandana.blogspot.com/2012/03/permasalahan-budaya-di-indonesia_6508.html), pada
09 November 2013.
Merdeka. 2013. “4 Fakta adegan seks pelajar SMPN 4 di
kelas” diunduh dari
(http://www.merdeka.com/jakarta/4-fakta-adegan-seks-pelajar-smpn-4-di-kelas/sudah-berulang-kali-beradegan-seks.html
), pada 08 November 2013.
Okezone. 2013. “Mahalnya rasa
aman di negara kita” diunduh dari (http://news.okezone.com/jakarta/mahalnya-rasa-aman-di-negara-kita.html),
pada 07 November 2013.
0 komentar:
Posting Komentar